ads

Bersabar untuk Nahi munkar, studi kasus Ah MAD Iyah

Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo’a dan tidak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Zar) [1]

Amar Ma'ruf Nahi Munkar dilakukan sesuai kemampuan. Yaitu dengan tangan/kekuasaan jika dia adalah penguasa/punya jabatan. Dengan lisan/tulisan jika dia adalah jurnalis atau intelektual. Atau minimal membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada. Ini adalah selemah-lemah iman (Hadits).


Inilah sikap yang dengan jelas dan tegas telah diambil oleh umat islam di Indonesia, dalam menyikapi segala pemberitaan yang cenderung menyudutkan umat islam. Mulai dari pemberitaan mengenai kekerasan yang diberitakan bahwa itu dilakukan oleh umat islam.

Tapi coba kita analisis dan teliti mengenai fakta yang ada, ternyata ketika diteliti ada beberapa fakta yang mengungkapkan bahwa kekerasan itu dilakukan oleh pihak ahmadiyah itu sendiri dan yang merekamnya juga merupakan pihak ahmadiyak. Hal ini dapat terlihat diinsiden menit ketiga detik kesembilan, didalam rekaman itu tampak si penyerang ini mengenal atau setidaknya memiliki hubungan dengan si perekam gambar. Hal itu terindikasi karena Si penyerang memberi salam dengan merapatkan kedua telapak tangan di dada dan tersenyum didepan kamera yang mengarah kepadanya. Dan resolusi gambar hasil rekaman kejadian itu juga sangat besar,hal ini bisa menjadikan bahwa hal itu memang sudah diskenariokan & dilakukan dengan sengaja untuk memfitnah islam.


Pemerintah pun terkesan membiarkan konflik horisontal antar agama, yang sewaktu-waktu konflik ini dapat diangkat ke permukaan ketika ada permasalahan yang menyoroti tajam pemerintah. Tidak ada ketegasan terhadap permasalahan penistaan agama yang dilakukan dinegara ini. Padahal ketika ada gerakan didaerah-daerah yang ingin memerdekakan negaranya, pemerintah sampai melakukan operasi militer untuk memberantas pergerakan itu. Pemeberitaan yang dilakukan juga terkesan memojokan umat islam, dengna mengangakat isu HAM & toleransi. Padahal permasalahan ini jelas-jelas berbeda permasalahannya, ini merupakan pelanggaran aqidah islam yang tidak bisa ditoleransi lagi. Dan sebenarnya umat islam pun sudah melakukan diskusi panjangan dengan pihak ahmadiyah, diawal diskusi itu juga disepakati apabila dalam diskusi itu ajaran ahmadiyah terbukti salah maka mereka harus masuk terhadap ajaran islam yang benar. Namun sayangnya pihak ahmadiyah seringkali mengingkari perjanjian ini.

Maka jangan salahkan apabila suatu saat nanti, rakyat yang turun tangan untuk melakukan pemberantasan penistaan terhadap agama. Dan yakinlah ini bukan kemarahan satu golongan atau komunitas dari umat islam melihat agamanya dinistakan, tapi kemarahan umat islam secara keseluruhan yang ingin tetap menjaga kemurnian dan kesucian ajaran Nabi Muhammad (Nabi yang diakhir hayatnya masih memikirkan umatnya dengna menyebut "Umati (Umatku)"). Hanya saja masih banyak umat islam yang memilih diam dan bersabar dalam menanggapi permasalahan ini, aksi hari ini yang dilakukan oleh sekelompok umat islam juga merupakan aksi damai.

Dan diakhir tulisan ini saya ingin memasukan Karya sastra dari Emha Ainun Nadjib.

SAYA ANTI DEMOKRASI
oleh : Emha Ainun Nadjib

Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam - harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.

Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.

"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaiman yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.

Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.

Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.

Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.

Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu..."

Lho kok Arab bukan etnis?

Bukan. Nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.

Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib...", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.

Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhonn kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.

"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.

Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor - maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan, berhati jernih dan berfikiran adil. Sebab kalau tidak, berarti kita sepakat untuk menabuh pisau dan mesiu untuk peperangan di masa depan.
Share on Google Plus

About MuRaNu

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: