Ketika tubuhnya terbujur kaku dihadapanku.
Panorama itu membuat seakan tubuh ini layu.
Hanya sebuah kecupan dikeningnya yang menjadi tanda perpisahan abadi ini.
Bulir-bulir air mata ini seakan ingin terus menetes, mengalir jatuh menuju permukaan bumi.
Kesedihan, yang terasa seakan menyesakan dada.
Terhimpit oleh semua rasa yang ada.
Diri ini dibuatnya lemas tak berdaya.
Inilah sebuah rasa kehilangan yang luar biasa.
Sebersit rasa penyesalan tertinggal kini.
Menyesal, karena belum mampu membalas segala kebaikannya.
Dan juga menyesal karena belum mengucap maaf atas segala khilaf yang pernah terbuat,
Dan juga menyesal karena belum mengucap terimakasih atas segala kebaikan, pengorbanan dan kasih sayang yang diberikannya.
Seiring perjalanan waktu, peristiwa kematian itu membimbingku.
Menuntunku pada suatu jalan.
Jalan yang didalamnya ada suatu cara untuk sedikit membahagiakan dia yang telah tiada.
Jalan itu adalah jalan cintaNya, karena dengan selalu memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Illahi diharapkan diri ini mampu menjadi anak yang sholeh yang doanya dapat menjadi amalan yang tak akan terputus walaupun diri ini dan dirinya telah terpisahkan diantara dua dunia yang jauh berbeda.
Duhai ayahanda, maaf hanya untaian doa yang dapat diri ini berikan.
Karena prestasi dan materi yang diraihku, tidak akan bermanfaat dialam sana.
Sedikit iri memang ketika teman-teman lainnya meraih sebuah prestasi mereka dapat membanggakannya dihadapan kedua orang tua mereka.
Tapi, diri ini pun turut berbahagia dengan apa yang mereka dapatkan dan hal tersebut juga memotivasi diri ini untuk melakukan yang terbaik disisa waktuku didunia.
Seiring dengan perjalanan panjang ku dijalan ini.
Hambatan seringkali menghampiri dan membuat diri ini goyah.
Salah satunya adalah stigma negatif terhadap agama ini, mulai dari hal-hal yang mengenai terorisme, aliran sesat, pergaulan, pernikahan, dan lain sebagainya yang membentk opini negatif masyarakat mengenai agama ini.
Cibiran, teguran, pun seringkali dialamatkan ke diri ini oleh teman-teman, saudara, bahkan keluarga. Tetapi, hal itu ku anggap sebagai nasehat dari mereka semua yang masih mencintai dan peduli terhadap diri ini, dan menjadi pengingat ketika diri ini berada di jalan yang menyimpang dari jalan yang seharusnya.
Ya Rabb, disisa hidupku ini.
Izinkan aku tuk memperbaiki diri.
Di setiap detik putaran waktu kehidupan ini.
Di setiap ritmik detak jantung ini.
Sehingga nantinya aku dapat meraih cintaMu.
Cinta yang kata orang sulit tuk tereja.
Tapi aku yakin akau dapat mengejanya, bahkan untuk membaca setiap kata-kata yang ada di dalamnya dengan baik.
Hal tersebut tentunya dapat kulakukan karena sudah terbiasa membaca MahakaryaMu, yang kuanggap sebagai surat cinta yang terbaik yang pernah ada.
Sehingga di akhir jalan panjang kehidupanku ini.
Aku dapat menjawab "Ijab" Mu
dengan suatu jawaban "Qabul" yang lancar yang terucap dari lisan ini.
Sebuah kalimat yang menandakan rasa cinta ku kepadaMu ucapan itu adalah
“Asyhadu alla ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rosuluh”
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment