A.
SEJARAH
PERKEMBANGAN SISTEM PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
- Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
- Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
- Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
- 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
- Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
- Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
- 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
- Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
- Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
- 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
- Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
- Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
- Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
- Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
- Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
B.
PENGERTIAN
HaKI
- Istilah HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).
- HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
- Setiap hak yang digolongkan ke dalam HaKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HaKI. Tujuan dari penerapan HaKI yang Pertama, antisipasi kemungkinan melanggar HaKI milik pihak lain, Kedua meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual, Ketiga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
- Lalu bagaimana apabila karya kita atau milik orang lain tidak dilindungi? Sudah pasti dipastikan akan terkena pembajakan. Sebegai contoh untuk di dunia pendidikan saat ini marak adanya pembajakan buku. Pembajakan buku ini makin marak terjadi di masyarakat, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pembajakan buku, salah satunya adalah kurangnya penegakan hukum, ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan hak cipta buku, dan kondisi ekonomi masyarakat.
- Sudah banyak pelaku terjaring oleh aparat, dan masih banyak pula yang masih berkeliaran dan tumbuh, seiring tingginya permintaan oleh masyarakat. Untuk itu butuh kesadaran dari masyarakat untuk mengetahui HaKI agar karyanya tidak diambil oleh orang lain. Berikut ini terdapat macam-macam HaKI.
MANFAAT HaKI ATAU HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL
1.
Bagi
dunia usaha, adanya perlindungan terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan karya
intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain di dalam negeri maupun di luar
negeri. Perusahaan yang telah dibangun mendapat citra yang positif dalam
persaingan apabila memiliki perlindungan hukum di bidang HKI.
2.
Bagi
inventor dapat menjamin kepastian hukum baik individu maupun kelompok serta
terhindar dari kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain.
3.
Bagi
pemerintah, adanya citra positif pemerintah yang menerapkan HKI di tingkat WTO.
Selain itu adanya penerimaan devisa yang diperoleh dari pendaftaran HKI.
4.
Adanya
kepastian hukum bagi pemegang hak dalam melakukan usahanya tanpa gangguan dari
pihak lain.
5.
Pemegang
hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana bila terjadi
pelanggaran/peniruan.
6.
Pemegang
hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
C.
MACAM-MACAM
HaKI ATAU HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi
pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan
dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak
cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Hak Kekayaan Industri, yang
Meliputi:
1. Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Paten hanya diberikan negara kepada
penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang
dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang
teknologi yang berupa : Proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan
proses, penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
2. Merek
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
Jadi merek merupakan tanda yang
digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang
lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi
produsen dan konsumen.
Terdapat beberapa istilah merek yang
biasa digunakan, yang pertama merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
Merek
jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek
kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Hak
atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang
terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan
sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
3.
Desain Industri
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Industri, bahwa
desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi
garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang
berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
4.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu bahwa, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi
atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian
atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
5.
Rahasia Dagang
Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang bahwa, Rahasia Dagang
adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau
bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
6.
Indikasi Geografis
Berdasarkan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Pasal 56 Ayat 1 Tentang Merek bahwa, Indikasi-geografis
dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang
karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan.
Folklore
Yang
dimaksud dengan “Folklore” dan “Traditional Knowledge” adalah suatu karya
intelektual yang terdapat di dalam masyarakat tradisional secara turun temurun
dan apabila tidak dipertahankan dikhawatirkan akan punah dan apabila itu
terjadi akan merupakan kerugian bagi khasanah pengetahuan manusia pada umumnya,
atau dikhawatirkan akan dimanfaatkan secara tidak sah dan tidak adil oleh
pihak-pihak di luar pemiliknya.
Folklor
mencerminkan kebudayaan manusia yang diekspresikan melalui musik, tarian, drama
seni, kerajinan tangan, seni pahat, seni lukis, karya sastra dan sarana lain
untuk mengekspresikan kreativitas yang umumnya memerlukan sedikit
ketergantungan pada teknologi tinggi.
Undang-undang
Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak secara penuh mengakomodasikan dan
melindungi folklor penduduk asli. Ketentuan mengenai perlindungan bagi folklor
penduduk asli dalam Undang-undang Hak Cipta memiliki kekurangan, karena
undang-undang Hak Cipta menentukan syarat-syarat mengenai kepemilikan dan
penciptanya, bentuk utama, keaslian, durasi dan hak-hak dalam karya derivatif
(hak-hak pengalihwujudan). Oleh karenanya batasanbatasan Hak Cipta sebagai
bidang HKI masih belum menempatkan folklor asli untuk memenuhi syarat elemen
bagi perlindungan Hak Cipta.
Pasal
10 undang-undang Hak Cipta mementukan bahwa Negara memegang Hak Cipta atas
karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya; dan
Negara memegang Hak Cipta atas Folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi
miliki bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.
Untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut, orang yang bukan Warga Negara
Indonesia harus lebih dahulu mendapat izin dari instansi terkait dalam masalah
tersebut. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana dimaksud di atas, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
PRINSIP-PRINSIP
HaKI ATAU HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Prinsip-prinsip
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
Prinsip
Ekonomi
Dalam
prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir
manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan
kepada pemilik hak cipta.
Prinsip
Keadilan
Prinsip
keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari
kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas
kekayaan intelektual terhadap karyanya.
Prinsip
Kebudayaan
Prinsip
kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna
meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat,
bangsa dan Negara.
Prinsip
Sosial
Prinsip
sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang
telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang
diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat/ lingkungan.
DASAR
HUKUM HaKI ATAU HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
Dalam
penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
1.
Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
2.
Undang-undang
Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
3.
Undang-undang
Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
4.
Undang-undang
Nomor 14/1997 tentang Merek
5.
Undang-undang
Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
6.
Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization
7.
Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
8.
Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection
of Literary and Artistic Works
9.
Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan
peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat
dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas
pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh
dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini
merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
HAL-HAL
YANG TIDAK DIANGGAP SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA
Yang
tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, dengan syarat sumbernya harus
disebut atau dicantumkan, adalah :
1.
Penggunaan
ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta;
2.
Pengambilan
ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan
didalam dan diluar pengadilan;
3.
Pengambilan
ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan
4.
Ceramah
yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
5.
Pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi pencipta;
6.
Perbanyakan
suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna
keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
7.
Perbanyakan
suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apapaun atau proses yang serupa dengan perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial, semata-mata
untuk keperluan aktivitasnya;
8.
Perubahan
yang dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan teknis;
9.
Pembuatan
salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang
dilkukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
PENTINGNYA
HaKI DALAM DUNIA USAHA
Kemajuan
dunia usaha tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang ekonomi
yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Dalam rangka
menunjang pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha yang dititikberatkan pada
sektor industri, faktor perangkat hukum khususnya perangkat hukum kekayaan
intelektual, sangat memegang peran penting guna memberikan adanya kepastian
hukum yang jelas dan tegas dalam melindungi kepentingan para pelaku usaha dan
masyarakat. Penegakkan hukum, khususnya hukum kekayaan intelektual, diharapkan
mampu mengantisipasi kemajuan di setiap sektor usaha, khususnya sektor
industri.
Arus
globalisasi ekonomi telah membawa pengaruh yang cukup “significant” bagi
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di Indonesia, khususya untuk sektor
industri. Sebagai Negara berkembang, Indonesia harus memandang sisi perdagangan
internasional yang menimbulkan adanya persaingan sebagai suatu hal yang
mempunyai arti penting. Dalam era globalisasi ekonomi terdapat lima isu yang
berkembang, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), Demokratisasi, Lingkungan Hidup dan
Sumber Daya Alam, Hak atas Kepemilikan Intelektual dan Standardisasi.[3]
Berangkat dari hal itulah, isu perlindungan hukum bagi produk industri,
termasuk produk-produk industri yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual
manusia, menjadi isu yang tidak dapat dilepaskan dalam kerangka perdagangan
bebas. Dalam era perdagangan bebas, usaha-usaha industri kecil perlu
ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat menghasilkan produk yang mampu
bersaing dalam hal mutu, harga, dan sistem manajemen terpadu agar dapat
menembus pasar, baik pasar dalam negeri maupun internasional.
Begitu
pentingnya HKI dalam dunia usaha, khususnya dalam meningkatkan kreatifitas,
perlu adanya suatu tindakan mensosialisasi, membudayakan dan memberdayaan HKI
kepada seluruh lapisan masyarakat, baik pelaku usaha, aparat penegak hukum
maupun masyarakat selaku konsumen. Ada lima langkah strategis dalam pembangunan
sistem HKI di Indonesia, yaitu sosialisasi HKI, pembangunan administrasi dan
kelembagaan, penyempurnaan legislasi dan penyertaan pada perjanjian
internasional, serta kerjasama internasional dan koordimasi penegakan hukum.
Ikut
sertanya Indonesia sebagai anggota WTO dan turut serta menandatangani
Perjanjian Multilateral GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) Puturan
Uruguay tahun 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-undang (UU) No. 7 Tahun
1994, membawa akibat Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum
nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak atas
Kepemilikan Intelektual (HAKI) yang diatur dalam GATT, yang salah satu
lampirannya dari persetujuan GATT adalah TRIPs (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights), yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas Kepemilikan
Intelektual.
Konsekuensi
Indonesia dalam meratifikasi GATT dengan UU No. 7 Tahun 1994 adalah bahwa
Indonesia diwajibkan untuk memasukan perangkat hukum HKI dalam sistem hukum
nasional Indonesia. Indonesia juga telah menyempurnakan peraturan
perundang-undangan dibidang HKI, diantaranya UU Hak Cipta, Paten, Merek, dan
juga Indonesia juga telah mengundangkan UU HKI lainnya, seperti UU Rahasia
Dagang, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Varitas Tanaman.
PENTINGNYA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HKI DALAM PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
HKI
memegang peranan penting dalam perkembangan sektor industri, karena melalui HKI
dapat dihasilkan penemuan baru, teknologi canggih, kualitas tinggi, maupun
standar mutu. Semakin tinggi tingkat kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tentunya akan makin maju perkembangan HKI dan makin cepat
perkembangan sektor industri. Disamping itu juga HKI merupakan basis perdagangan
karena HKI menjadi dasar perkembangan perdagangan yang menggunakan merek
terkenal sebagai goodwill, lambing kualitas dan standar mutu, sarana menembus
pasar, baik domestik maupun internasional. Begitu pentingnya HKI dalam
pembangunan sektor industri, sudah seharusnya HKI perlu dilindungi oleh hukum.
Dasar pertimbangan HKI perlu dilindungi oleh hukum adalah karena:
1.
Alasan
yang bersifat non-ekonomis. Perlindungan hukum akan memacu mereka yang
menghasilkan karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan kreatifitas
intelektual. Hal ini akan meningkatkan self actualization pada diri manusia.
Bagi masyarakat hal ini akan berguna untuk meningkatkan perkembangan hidup
mereka.
2.
Alasan
yang bersifat ekonomis. Untuk melindungi mereka yang melahirkan karya
intelektual tersebut berarti yang melahirkan karya tersebut mendapat keuntungan
materiil dari karya-karyanya. Di pihak lain melindungi mereka dari adanya
peniruan, pembajakan, penjiplakan mampu perbuatan curang lainnya yang dilakukan
oleh orang lain atas karya-karya mereka yang berhak.
Sebagai
konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO dengan meratifikasi Persetujuan GATT
dengan UU No. 7 Tahun 1994, komitmen terhadap APEC (Asia Pasific Economic
Cooperation) dan pemberlakuan AFTA (Asean Free Trade Area) 2003 membawa
Indonesia bersedia menerima liberalisme perdagangan. Dalam perdagangan bebas,
persaingan adalah hal yang wajar untuk memperoleh keuntungan maksimal dan
menguasai pangsa pasar untuk mengungguli pelaku usaha lain. Persaingan membawa
pengaruh positif dan negatif dalam dunia usaha. Pengaruh positif dari adanya
persaingan adalah terciptanya harga yang bersaing, kualitas produk yang baik,
serta tersediannya berbagai pilihan terhadap suatu produk. Sedangkan dampak
negatifnya adalah terciptanya persaingan usaha tidak sehat di antara para
pelaku usaha. Persaingan usaha tidak sehat dapat diartikan sebagai persaingan
antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
produk yang dilakukan secara tidak jujur (melawan hukum). Persaingan tidak
sehat dalam bidang HKI adalah melakukan tindakan-tindakan peniruan, pemalsuan
serta praktik-praktik tidak sehat lainnya, yang tentunya ini sangat merugikan
pemilik, Negara, dan juga masyarakat selaku konsumen. Oleh karena itulah maka
pentingnya HKI dilindungi oleh hukum sehingga praktik-praktik persaingan tidak
sehat dalam bidang HKI setidaknya dapat dicegah dan adanya sanksi yang tegas
guna memberikan efek jera bagi para pelaku usaha curang di bidang HKI.
Dalam sistem hukum Indonesia, secara
umum terdapat tiga bagian besar untuk mengatasi persaingan curang, yaitu:
1.
Hukum
Umum, dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal
1365[7] dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana), Pasal 322 jo. Pasal
323 jo. Pasal 382bis.[8]
2.
Hukum
Khusus, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan dibidang HKI, yang
meliputi dua kelompok, yakni Hak Cipta dan Hak Milik Industri/Perindustrian,
yang terdiri dari Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata
Letak Siskuit Terpadu, dan Varitas Tanaman.
3.
Hukum
Khusus, yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk masalah pelanggaran dibidang HKI yang
bertujuan untuk menciptakan persaingan secara tidak sehat dapat diajukan
berdasarkan ketentuan UU ini. Tentunya perlu diingat untuk
perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan HKI seperti lisensi paten, merek,
hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia
dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba tidak dapat diterapkan
ketentuan UU ini karena hal tersebut dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 50.
SUMBER
MATERI
https://www.duniadosen.com/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual#Sejarah_Perkembangan_Sistem_Perlindungan_Hak_Kekayaan_Intelektual_di_Indonesia
0 komentar:
Post a Comment