ads

Tarbiyah imunitas umat agar tidak terpecah belah.

Definisi sederhana tarbiyah namun penuh makna telah diungkapkan oleh Muhammad Quthb dalam manhaj tarbiyah islamiyah adalah Fannu tasykilil insan (Seni membentuk manusia). 3 kata tersebut memang sangat simple dalam mendefinisikan Tarbiyah, tapi kalau mau dikaji lebih dalam maka kita akan menemukan suatu kedalaman disertai keluasaan makna yang diwakili oleh ketiga kata tersebut. Selain itu saat ini berkembang suatu urgensi baru yang menambah orientasi tarbiyah yang lebih terfokus pada aspek "Fannu Shina'atul 'Uqul" (Seni merekayasa akal-akal baru). Dalam hal ini para pelaku tarbiyah dituntut untuk memahami sejumlah problema yang menimpa akal setiap muslim lalu merestrukturisasi tsaqafah islamiyah pada tiap individu muslim tersebut.

Oleh karena itu, kita perlu memperluas wawasan konseptual kita tentang makna tarbiyah yang disertai dengan penambahan sumber-sumber baru pengayaan dalam menangani seni merekayasa muslim moderen. Disparitas yang timbul mengenai tsaqafah islamiyah seringkali terjadi karena ketidakmampuan memadukan dimensi ashalah (orisinal) & mu'asharah (kontemporer). Hal tersebut semakin deperkeruh oleh ketidakdewasaan dalam hal penyikapan perbedaan, terkadang ada yang bersikap isti'shal (Selalu meremehkan) ataupun ada yang bersikap tahwil (terlalu membesarkan). Dengan demikian perpecah belahan diantar umat sangat sering terjadi.

Pendewasaan sikap dalam menyikap tiap perbedaan yang terjadi dengan membangun budaya tabayun dan ilmu. Dengan begitu upaya pembangkitan identitas umat akan berjalan secara serempak dan tidak ada saling tuding antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Pengguatan identitas ideologi, budaya, peradaban, dan sejarah umat akan menimbulkan kesadaran dalam hal komitmen berafiliasi dalam satu wadah komunitas yang besar.

Walaupun realitanya saat ini masih jauh dari apa yang dibilang sebagai ajaran islam yang "ideal" baik dari pemahamaan, kepribadian, maupun implementasi ajaran islam dan penerepannya. Bahkan umat ini cenderung menjadi pengisi tetap dalam sisi kelam etalase kehidupan paradaban manusia moderen. Hal ini pun diperkeruh tidak adanya sensitivitas terhadapa kondisi saudara seimanannya. Maka tidaklah dapat dipungkiri kemiskinan, kebodohan, kelaparan, perpecah belahan, dan penjajahan menjadi cerita sehari-hari yang mengisi kolom-kolom di ruang-ruang media.

Tapi apabila diambil dari perspektif lain maka seharusnya tiap muslim bisa mengambil kisah 'miris' hari ini sebagai motivasi yang dapat menggerakan langkah-langkahnya menuju kebangkitan umat. Karena, tiap muslim harus sama-sama meyakini bahwasannnya kebangkitan islam adalah suatu sunatullah yang akan terulang kembali. Dan musibah-musibah kecil itu merupakan 'investasi' dalam hal menyadarkan umat untuk segera kembali bangkit dan mengulang peran historis kita sebagai pembawa risalah yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Selain itu musibah-musibah itu adalah 'pajak sosial' yang harus dibayarkan akibat keteledoran umat muslim, sekaligus sebagai harga bagi shahwah islamiyah (kebangkitan islam).

jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, (Q.S Al Imran: 140)
Share on Google Plus

About MuRaNu

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar: