Salah seorang sahabat berkata:
'Ya Rasulullah r, ceritakanlah kepadaku
satu amal ibadah yang aku istiqamah atasnya dan mengamalkannya. Maka beliau
menjawab dengan yang paling wajib pada waktunya: 'Kamu harus hijrah, maka ia
tidak ada bandingnya.'[1]
Di antara perhatian serius
sahabat terhadap fenomena tsabat dalam tingkah laku setiap orang,
sesungguhnya Buraidah bin Hushaib t menemui Salamah bin
Akwa' yang datang dari desa, maka ia mengira bahwa ia memutuskan hijrahnya ke
Madinah dan tinggal di luar kota Madinah, ia berkata kepadanya: 'Kamu kembali
dari hijrahmu wahai Salamah? Salamah berkata, 'Aku berlindung kepada Allah I, sesungguhnya aku mendapat
ijin dari Rasulullah r.'[2]
Termasuk yang dikutuk lewat
lisan Rasulullah r: (Orang yang kembali
menjadi arab badawi setelah hijrahnya.)[3]
Inilah gambaran generasi percontohan, sangat bersemangat di atas keteguhan hati
dan saling berpesan dengannya serta khawatir kembali lagi (ke masa lalu). Di
tahun haji wada` (perantunan), Rasulullah r mengajak sahabatnya
untuk tetap teguh di atas hijrah mereka ke Madinah agar negara yang baru tumbuh
menjadi kuat: 'Ya Allah, teruskanlah hijrah para sahabatku dan janganlah
Engkau mengembalikan mereka ke belakang (maksudnya; kembali tinggal di Makkah,
pent.).'[4]
Dan ucapan jami' Rasulullah r dalam menjelaskan
hakikat Islam adalah: Iman dan tsabat: 'Katakanlah kepadaku satu kata di
dalam Islam yang aku tidak bertanya lagi kepada seseorang sesudahmu.' Beliau
bersabda: Katakanlah: Aku beriman kepada Allah I kemudian istiqamah."[5]
Banyak sekali kita menemukan pemuda
yang merindukan saat-saat pertama yang terpancar padanya gairah hidup, memiliki
semangat yang menggebu-gebu, sangat bersungguh-sungguh melaksanakan sunnah,
sangat jauh dari lingkaran yang haram dan syubhat. Kemudian apa? Jiwa menjadi
tumpul, semangat menjadi kendur, dan setiap pemuda sudah cukup sebagai salah
satu individu di tengah-tengah kaum muslimin. Ini lebih baik kondisinya dari
pada yang berbalik ke belakang memusuhi dakwah, mengolok-olok para du'at dan
mengancam jalannya. Sesungguhnya ia adalah pertarungan akhir di antara mundur
ke belakang dan tetap teguh.
Yang kami maksudkan tsabat (teguh)
adalah tetap berada di jalur petunjuk, konsisten di atas jalan ini, istiqamah
di atas kebaikan dan terus berusaha untuk menambah. Setiap
kali seseorang mulai melemah, di sana
ada tingkatan penolong yang tidak menerima penurunan darinya atau kurang
padanya. Dan jika tergelincir tumitnya maka dia langsung bertaubat. Bisa jadi
setelah taubat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah kondisi orang yang
bersifat dengan akhlak tsabat.
Tsabat memiliki beberapa
gambaran yang mencakup sisi-sisi kehidupan seorang muslim, di antaranya tsabat
di dalam peperangan sebagaimana tsabatnya golongan yang banyak bersama
para nabi mereka, dan ucapan mereka adalah:
رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
:"Ya
Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-berlebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, …".
(QS. Ali Imran:147)
Dan kelompok yang sabar dengan
kepemimpinan Thaluth yang Allah I berfirman tentang
mereka:
وَلَمَّا بَرَزُوا
لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَآ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ
أَقْدَامَنَا
Tatkala
Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, merekapun berdo'a:"Ya Rabb
kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami …".
(QS. al-Baqarah:250)
Dalam hal itu merupakan
bimbingan bagi setiap mukmin agar berlindung kepada Allah I seraya memohon
keteguhan dari-Nya.
Dan Umat ini (kaum muslimin) diseru dengan firman Allah I:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kamu …(QS. al-Anfal:45)
Dan termasuk dosa besar dalam
agama kita adalah berlari (kabur) dari peperangan, karena itulah ia termasuk
sepuluh wasiat yang diberikan Rasulullah r kepada Mu'adz bin
Jabal t:
...إِيَّاكَ وَالْفِرَارَ مِنَ الزَّحْفِ
وَإِنْ هَلَكَ النَّاسُ. وَإِذَا أَصَابَ الناسَ مَوْتَان وَأَنْتَ فِيْهِمْ
فَاثْبُت
"Hindarilah berlari dari medan
perang sekalipun manusia telah binasa, sekalipun kematian menimpa manusia dan
engkau berada di tengah mereka maka berteguh hatilah."[1]
Karena teguh hati menambah
kekuatan kepada orang-orang yang beriman dan memberikan rasa takut di hati
musuh, serta membuat musuh kecewa. Rasulullah r telah menanamkan
pengertian ini di hari perang Ahzab sambil mengangkat tanah, sedangkan tanah
mengotori perutnya, dia bersabda:
لَوْلاَ أَنْتَ
مَااهْتَدَيْنَا وَلاَتَصَدَّقْنَا وَلاَصَلَّيْنَا, فَأَنْزِلِ السَّكِيْنَةَ
عَلَيْنَا وَثَبِّتِ اْلأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا إِنَّ الألى قَدْ بَغَوْا
عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوْا فِتْنَةً أَبَيْنَا
"Jika bukan karena Engkau niscaya
kami tidak mendapat petunjuk, kami tidak bersedakah dan tidak shalat, maka
turunkanlah ketenangan kepada kami, teguhkanlah pendirian kami jika kami
bertemu (musuh), sungguh mereka berbuat aniaya kepada kami, apabila mereka
ingin berbuat fitnah (kekacauan) kami enggan."[2]
Sesungguhnya tsabat di
atas agama cukup menyibukkan seorang muslim, maka ia banyak berdoa dengannya.
Rasulullah r memperbanyak
do'anya:
ياَمُقَلِّبَ الْقًُلُوْبِ ثَبِّتْ
قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Ya
(Allah) Yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu[3]
Sungguh Rasulullah r merasa khawatir
terhadap dirinya dalam menghadapi kaum jahiliyah bahwa dia bersikap mudahanah
(menjilat/berpura-pura) atau lemah, karena itulah Rabb kita I berseru kepadanya r dengan karunia-Nya kepadanya agar dia r memurnikan
loyalitasnya kepada Allah I:
وَلَوْلآَ أَن
ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلاً . إِذًا
َّلأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ...
Dan kalau
Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit
kepada mereka.* kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan rasakan
kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan)
berlipat ganda sesudah mati, (QS. al-Isra`:74-75)
Hendaklah para du'at
berhati-hati saat menghadapi orang-orang zhalim dari tergelincirnya pendirian
dan goncangnya sikap loyal (kepada Allah I).
Huzaifah t mengingatkan para
ulama karena mereka adalah panutan: 'Wahai para qari (maksudnya: ulama),
istiqamahlah, jika kamu mengambil jalan kanan dan kiri (menyimpang dari
kebenaran), sungguh kamu telah berada dalam kesesatan yang jauh.'[4]
Jika kesesatan orang yang berbolak-balik kanan dan kiri hanya terbatas pada
dirinya niscaya perkaranya ringan, akan tetapi orang lain terpengaruh dengan
kesesatannya.
Di antara sarana ahli kitab
dalam mengacaukan barisan kaum muslimin bahwa mereka berpura-pura masuk Islam,
kemudian mereka murtad agar orang lain menjadi murtad bersama mereka:
وَقَالَتْ طَآئِفَةُُ
مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ ءَامِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا
وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا ءَاخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Segolongan
(lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya):"Perlihatkanlah
(seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang
beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada
akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu'min) kembali (kepada kekafiran). (QS.
Ali Imran :72)
Maka orang yang beruntung adalah
orang yang diberi Allah I taufik untuk tsabat,
diakhiri dengan kebaikan dan wafat saat melakukan amal penghuni surga, hingga
Allah I memberikan keteguhan padanya
saat ditanya.
Jika engkau merenungkan
hadits-hadits haudh (telaga) dari shahih Muslim niscaya engkau
mendapatkan bahwa segolongan manusia dihalangi darinya, sedangkan Rasulullah r bersabda: 'Wahai
Rabb-ku, para sahabatku.' Dikatakan kepadanya: 'Sesungguhnya engkau
tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu.' Maka Rasulullah r berdoa atas mereka:
'Jauh, jauh, bagi orang yang merubah sesudahku.' Dalam riwayat yang lain
dikatakan kepadanya: 'Demi Allah I mereka senantiasa
kembali di atas tumit mereka (murtad).' Ibnu Abi Mulaikah –salah seorang perawi
hadits ini- berkata: 'Ya Allah, kami berlindung kepadamu bahwa kami kembali ke
belakang kami (murtad) atau difitnah agama kami."[5]
Kalimat yang berbunyi: 'mereka
senantiasa kembali di atas tumit mereka (murtad)' mengisyaratkan mundur
perlahan serta terus menerus yang membawa kepada kejatuhan. Kemungkinan susah
kembali setelah lama berlalu. Selamatlah bagi orang yang menemukan dirinya agar
tidak tergelincir kakinya setelah teguhnya.
Kita banyak menemukan do'a-do'a
yang mengfokuskan pengertian tsabat, di antaranya do'a Abdullah bin
Mas'ud t:
اللّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَيَرْتَدّ وَنَعِيْمًا لاَيَنْفَدُ
"Ya Allah, aku aku memohon kepadamu
iman yang tidak kembali (kepada keyakinan sebelumnya) dan nikmat yang tidak
sirna…"[6]
Syaddad bin Aus t berkata:
'Rasulullah r mengajarkan kepada kami
beberapa kalimat yang kami berdoa dengannya di dalam shalat kami: 'Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepadamu keteguhan hati dalam perkara, dan aku memohon
petunjuk yang kuat.'[7]
Di antara gambaran tsabat
di dalam fitnah: sabar di hari-hari yang pahit yang digambarkan oleh Rasulullah
r dengan sabdanya:
الصَّبْرُ فِيْهِنَّ
مِثْل الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرَةِ
"Sabar padanya seperti menggenggam
bara api."
Dalam riwayat yang lain: 'Akan
datang suatu masa, orang yang sabar padanya di atas agamanya bagaikan orang
yang menggenggam bara api.' [8]
Siapakah yang bisa teguh
pendiriannya sambil memegang bara api? Karena itulah Rasulullah r memberikan kabar
gembira bahwa orang yang teguh dari mereka sama dengan pahala lima puluh (50) orang sahabat:
إِنَّ مِنْ
وَرَائِكُمْ أَيَّامُ الصّبْرِ, لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمَا
أَنْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ
"Sesungguhnya di belakangmu ada
hari-hari yang pahit, bagi yang berpegang padanya di hari itu sama dengan
pahala lima
puluh (50) orang darimu."[9]
Fitnah terberat yang dihadapi
kaum muslimin adalah saat keluarnya Dajjal dan berbuat kerusakan di kanan dan
kiri, maka wasiat utama Rasulullah r yang diberikan
kepada umatnya saat itu adalah: 'Wahai hamba-hamba Allah, teguhkanlah
pendirianmu.'[10]
Dan di antara gambaran tsabat yang terpenting adalah kontinyu dalam taat
ibadah, maka yang diminta dalam sebagiannya adalah terus menerus atasnya.
At-Tirmidzi meriwayatkan:
مَنْ ثَابَرَ
عَلَى ثِنْتَيْ عَشرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِى
الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang menekuni shalat
sunnah dua belas (12) rekaat niscaya Allah I membangun rumah
untuknya di surga."[11]
Dalam riwayat Muslim, Ummu
Habibah (yang meriwayatkan hadits) berkata: Amr bin Aus dan Nu'man bin Tsabit
(termasuk yang meriwayatkan hadits)
berkata: 'Aku tidak pernah meninggalkannya sejak mendengarnya.'[12]
Aisyah radhiyallahu 'anha
bercerita tentang Rasulullah r: 'Agama (ibadah)
yang paling disukai beliau adalah yang ditekuni oleh pelakunya.'[13] Dan dalam riwayat Muslim juga: 'Apabila
Aisyah radhiyallahu 'anha melakukan satu ibadah, ia menekuninya.'[14]
Ketika Rasulullah r ditanya: 'Ibadah
apakah yang paling disukai Allah I? Beliau menjawab, 'Yang
paling ditekuni, sekalipun sedikit.'[15]
Dan apabila keluarga Muhammad r melakukan satu
ibadah, mereka menetapkannya."[16] An-Nawawi
berkata: 'Maksudnya mereka menekuninya dan istiqamah atasnya.'[17]
Ikhwah sekalian selamat merayakan tahun baru hijriah, mari berhijrah menuju pribadi-pribadi yang lebih baik lagi. Kita saling mendo'akan dan menasihati dalam kebaikan untuk seluruh umat muslim didunia. Aku secara pribadi mohon dido'akan ya agar di tahun baru hijriah ini, aku di berikan kekuatan dalam menyelesaikan segala amanah yang diberikan dengan baik, dapat lulus dari jenjang S1 lalu melanjutkan ke jenjang S2, dan dapat membahagiakan seorang ibu yang sudah menjanda dan adik yang sudah menjadi yatim. Sekali lagi aku ucapkan selamat tahun baru hijriah.
[1] Musnad Ahmad 5/238 dan permulannya (Rasulullah
r
memberikan wasiat kepadaku dengan sepuluh perkara, beliau bersabda: 'Janganlah
engkau menyekutukan Allah I…)
[2] Shahih al-Bukhari, kitab jihad, bab ke 34,
hadits no. 2837 (al-Fath 6/46)
[3] Musnad Ahmad 3/112
[4] Shahih al-Bukhari, kitab I'tisham, bab ke 2,
hadits no. 7282 (Fath 13/250).
[5] Shahih Muslim, kitab fadhail, bab ke 9, hadits
no. 2289-2295 (Syarh an-Nawawi 8/58)
[6] Musnad Ahmad 1/400, dari doa Ibnu Mas'ud t.
[7] Musnad Ahmad 4/125, dan awalnya (Tidak ada seorang laki-laki yang
kembali ke tempat tidurnya…).
[8] Riwayat pertama dari Abu Daud dan at-Tirmidzi,
dan yang kedua dari at-Tirmidzi (syaikh al-Arna`uth mendha'ifkan isnad keduanya
dan menguatkannya dengan syawahidnya) Jami'ul ushul 10/403, no. 7453 dan 7454)
[9] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1/812, hadits
no. 494.
[10] Shahih Sunan Ibnu Majah 2/386 hadits no.
3294/4075
[11] Shahihul Jami' hadits no. 6183 (Shahih).
[12] Shahih Muslim, kitab musafirin, bab ke 15, hadits 728 (Syarh
an-Nawawi 3/252)
[13] Shahih Muslim, kitab musafirin, bab ke 31, hadits 221 (Syarh
an-Nawawi 3/321)
[14] Shahih Muslim, kitab musafirin, bab ke 30,
hadits 218 (Syarh an-Nawawi 3/319)
[15] Shahih Muslim, kitab musafirin, bab ke 30,
hadits 216 (Syarh an-Nawawi 3/318)
[16] Referensi yang sama, hadits no. 215.
[17] Syarh an-Nawawi 3/ 319
0 komentar:
Post a Comment